Kusrin, Dari Kuli Bangunan ke Pemilik Pabrik TV

INDONESIA'S SUCCESS STORIES -- Saat bertemu dengan Menteri Perindutrian Saleh Husin, Selasa (19/1/2016), Kusrin menceritakan awal mula usahanya hingga berhasil dan akhirnya bisa memperoleh pengakuan dari orang no.1 di Indonesia.

Usaha Kusrin berawal dari merakit radio bekas seharga Rp 80.000 hingga jadi bagus dan laku dijual seharga Rp 200 ribu. Dari hasil jual radio itulah lantas dijadikan Kusrin sebagai modal untuk membeli perangkat telekomunikasi pesawat radio FM yang digunakannya untuk berkomunikasi dengan sesama tukang service di Karanganyar dekat rumahnya. Berbagi ilmu baru tentang tehnik perakitan barang elektronik serta berbagi pengalaman sesama pelaku usaha jasa service elektronik.

Kisah Kusrin bertemu Menteri Perindustrian Saleh Husin

Ketekunan Kusrin yang terus-menerus dilakukan dari kegiatan bongkar pasang barang elektronik berbuah manis. Ia akhirnya mampu merakit satu unit televisi utuh memanfaatkan tabung bekas monitor komputer. Tak ada sekolah khusus yang Kusrin geluti hingga ia mampu memodifikasi tabung monitor komputer, kesemua yang ia lakukan berbekal otodidak. Dari mulai membongkar barang bekas elektronik lalu ngutak-ngatik hingga merakit kembali perangkat tersebut, dilakukan Kusrin sendiri.

Tidak gampang bagi seorang Kusrin yang pada akhirnya menjadi perakit barang barang bekas elektronik. Tanpa adanya ketekunan dan usaha keras rasanya mustahil bagi seseorang untuk merekayasa tabung monitor komputer menjadi televisi. Sedikit yang tahu memanfaatkan peluang itu dan Kusrin mampu.

Mendaur ulang satu barang hingga jadi bernilai adalah tentang ketekunan dan kreatifitas. Tapi jika itu daur ulang elektronik dan dilakukan oleh seseorang yang hanya lulusan SD rasanya fantastis, Luar biasa.

Seiring berjalan waktu, usaha perakitan elektronik dari barang bekas Kusrin bertambah maju. Hingga ia bisa mempekerjakan 35 karyawan dan memproduksi televisi dalam jumlah ratusan. Kusrin mengatakan setidaknya sehari bisa menjual hingga 150 unit televisi. Televisi produksi Kusrin yang bermerk Veloz, Maxreem dan Zener dijual dengan harga Rp 500 ribu/unit. Dengan perhitungan jumlah pesawat televisi yang terjual perhari, Isi saku Kusrin bisa mencapai Rp 75 juta dalam sehari.

Kusrin menuturkan, sebelum usahanya digerebek oleh pihak keamanan sampai akhirnya vakum, Kusrin sempat merasakan buah manis kerja kerasnya selama bertahun-tahun. Dibantu 35 karyawannya, Kusrin bisa memproduksi televisi dalam jumlah banyak.

Perakit barang bekas elektronik dari Karanganyar ini sempat merasakan buah manis kerja kerasnya selama bertahun-tahun. hingga pada tanggal 11 Januari 2016, Kejaksaan Negeri Karanganyar menghancurkan hingga 116 unit televisi hasil usahanya.

Alasan penggrebekan hingga pemusnahan Televisi hasil rakitan Kusrin ini adalah karena belum adanya Sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Padahal izin perdagangan, izin siup, izin gangguan (Amdal)serta izin industri sudah diurus semua saat pertama sang Perakit barang bekas elektronik itu mulai beroperasi. Ternyata SNI yang mengganjalnya.

Setelah sempat vakum, tutup usaha dan terpaksa mereumahkan 35 orang karyawannya karena usaha Perakitan barang bekas elektronik yang digeluti Kusrin disita dan dimusnahkan, Kini ada kisah Kusrin baru. Pilu yang dirasakannya didengar serta diperhatikan pemerintah.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah memberikan SNI kepada UD Haris Elektronika yang bergerak dibidang usaha perakitan TV milik Kusrin. Selain memberikan label pemberitahuan bahwa produk televisi hasil rakitannya menggunakan komponen bekas tabung layar komputer, Usaha Kusrin dinilai pemerintah juga telah memenuhi seluruh kriteria yang diperlukan seperti penggunaan komponen baru untuk casing dan mesin.

“Untuk inovasi yang telah dilakukan IKM UD Haris Elektornika, hingga produk TV buatannya dinyatakan lolos uji di Balai Besar Barang Teknik dan berhak mendapatkan serifikat SNI,” kata Menteri Perindustrian Saleh Husin di sela-sela acara pemberian sertifikat SNI kepada Kusrin, di kantor Kementerian Perindutrian, Selasa (19/1/2016).

Kusrin harus menguras isi kantong saku Rp 35 juta untuk mengurus Sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Dengan rincian Rp 20 juta untuk sertifikasi, Rp 5 juta untuk pengujian sample per merek. Karena UD Haris Elektornika punya 3 merek jadi total Rp 15 juta untuk pengujian sample per merek. Modal usahanya telah habis. Kusrin berharap bisnisnya merakit TV dari tabung monitor bisa berjalan lagi.



More
Share on Google Plus

About marbun

    Blogger Comment
    Facebook Comment