Belajar dari India, Akselerasi Pengembangan Kereta Api di Indonesia


Kereta api telah lama menjadi tulang punggung transportasi di banyak negara, termasuk India dan Indonesia. Namun, perkembangan kedua negara ini dalam membangun jaringan rel dan mengelola sektor perkeretaapian menunjukkan perbedaan mencolok. India, yang memiliki salah satu jaringan rel terbesar di dunia, kini menunjukkan performa finansial yang impresif, sementara Indonesia masih berkutat dalam upaya mengembangkan layanan di luar Pulau Jawa.

Pada tahun fiskal 2024, Indian Railways mencatat pendapatan fantastis sebesar ₹2,56 lakh crore atau setara Rp 494 triliun. Angka ini jauh melampaui capaian PT Kereta Api Indonesia (Persero), yang melalui anak usahanya PT KAI Logistik baru membukukan pendapatan Rp 1,1 triliun. Lonjakan pendapatan India dipicu oleh pertumbuhan sektor angkutan barang, yang meningkat hingga 29% dibanding tahun sebelumnya.

Kunci sukses India terletak pada keberanian melakukan diversifikasi layanan dan mengundang investasi swasta dalam pengembangan terminal kargo multimoda. Skema seperti Gati Shakti Multi-Modal Cargo Terminal berhasil meningkatkan kapasitas dan efisiensi angkutan barang. Selain itu, India juga aktif mengembangkan kebijakan khusus untuk logistik barang tertentu seperti semen, minyak, dan kendaraan bermotor.

Di sisi lain, Indonesia masih terpaku pada dominasi layanan penumpang di Pulau Jawa. Pembangunan jalur kereta di Sumatera, Kalimantan, Papua, dan Sulawesi berjalan lambat. Padahal, potensi angkutan barang di pulau-pulau besar ini sangat besar, terutama untuk komoditas perkebunan, hasil tambang, dan logistik antar pelabuhan.

Yang menarik, Indian Railways juga mengandalkan berbagai sumber pendapatan non-tiket seperti iklan di stasiun, sewa lahan komersial, hingga layanan digital di stasiun. Langkah ini membuat mereka tidak terlalu bergantung pada tarif penumpang. Indonesia seharusnya bisa mengadopsi model ini dengan memaksimalkan aset-aset stasiun di kota besar maupun kawasan industri.

Selain itu, sistem pemantauan pendapatan di India terbilang canggih. Dengan aplikasi digital yang terintegrasi di setiap stasiun dan kantor zona, mereka dapat memantau arus uang secara real-time. Data ini menjadi dasar bagi pengambilan keputusan cepat dan efektif. PT KAI seharusnya mulai membangun sistem serupa, terlebih saat mulai mengoperasikan lintas baru di luar Jawa.

India juga menunjukkan ketegasan dalam modernisasi layanan penumpang. Mereka memperkenalkan kereta-kereta dengan fasilitas premium, serta terus menambah kapasitas dan frekuensi kereta reguler. Langkah ini meningkatkan minat masyarakat bepergian dengan kereta, sekaligus menekan penggunaan kendaraan pribadi di jalur darat.

Sementara di Indonesia, proyek kereta cepat memang menjadi sorotan, namun perlu diimbangi dengan penguatan layanan kereta regional di luar Jawa. Pembangunan rel di Sumatera Selatan, Aceh, Kalimantan, hingga Papua bisa menjadi katalis pertumbuhan ekonomi daerah, sekaligus memperlancar distribusi logistik nasional.

Dari sisi logistik, India bahkan telah meluncurkan produk angkutan khusus seperti Cargo Aggregator Transportation Product dan Joint Parcel Product-Rapid Cargo Services. Produk ini mengintegrasikan angkutan barang kecil, sedang, dan besar dalam satu sistem. PT KAI Logistik perlu mulai merancang produk serupa yang mengakomodasi kebutuhan pelaku UKM, perusahaan nasional, hingga ekspor-impor.

Tak hanya itu, keberhasilan India dalam mengundang investasi swasta di sektor perkeretaapian patut dicontoh. Dengan memberi ruang bagi pengusaha lokal maupun asing membangun terminal kargo dan gudang modern, pemerintah India mampu menekan biaya logistik nasional dan meningkatkan kecepatan layanan distribusi barang.

Indonesia sebenarnya punya peluang serupa, terutama di pelabuhan-pelabuhan utama seperti Belawan, Dumai, Pontianak, Sorong, dan Ambon. Jalur rel yang terhubung ke pelabuhan dan kawasan industri akan memangkas biaya logistik, mendongkrak daya saing produk dalam negeri, dan mempercepat pemerataan ekonomi.

Saat ini, Sumatera dan Kalimantan menjadi dua pulau prioritas pengembangan jaringan rel baru. Pemerintah sudah merancang konektivitas kereta barang di Kalimantan Utara untuk mendukung kawasan industri dan pertambangan. PT KAI diharapkan mampu mempercepat implementasi proyek ini dengan menggandeng investor swasta seperti yang dilakukan India.

Papua dan Sulawesi juga seharusnya tak luput dari rencana besar ini. Wilayah kaya sumber daya alam tersebut selama ini terkendala akses distribusi darat. Dengan adanya jaringan rel, distribusi hasil tambang, kayu, dan produk perkebunan bisa lebih efisien, sekaligus membuka isolasi kawasan pedalaman.

India membuktikan bahwa keberhasilan sektor perkeretaapian bukan sekadar soal panjang rel, tetapi soal strategi diversifikasi layanan, kolaborasi investasi, serta optimalisasi aset-aset pendukung. Model pendapatan multi-sumber yang mereka terapkan membuat sektor ini tahan terhadap fluktuasi harga tiket dan biaya operasional.

Dengan belajar dari India, PT KAI bisa mulai membangun roadmap pengembangan kereta api Nusantara yang realistis, terukur, dan didukung sistem monitoring digital. Fokus tak lagi sebatas layanan penumpang, melainkan memperkuat peran kereta sebagai tulang punggung logistik nasional.

Jika India bisa menjadikan angkutan barang sebagai mesin utama pendapatan kereta api, Indonesia juga mampu melakukan hal serupa. Tinggal butuh keberanian melepas pola lama, membuka ruang bagi investor swasta, serta mempercepat pembangunan jaringan rel lintas pulau besar.

Ke depan, tantangan Indonesia adalah memastikan proyek jalur kereta baru di luar Jawa tidak mangkrak. Keberhasilan India mengintegrasikan angkutan barang dan penumpang di seluruh wilayahnya harus menjadi inspirasi bagi Nusantara untuk menghadirkan layanan kereta api modern dan terjangkau di tiap pulau besar.


Dibuat oleh AI, lihat info selanjutnya
Share on Google Plus

About marbun

    Blogger Comment
    Facebook Comment